Pages

Tuesday, November 24, 2009

Toleransi umat beragama

oleh KH. Ihya’ Ulumuddin PP Al-Haromain Pujon, Malang
Manusia diciptakan Allah Subhanahu wata’ala bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal di antara sesama. Perbedaan di antara manusia adalah sunnatullah yang harus selalu dipupuk untuk kemaslahatan bersama. Perbedaan tidak melahirkan dan menebarkan kebencian dan permusuhan. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.” (QS. Al Hujurat; 13).

Saling Menghormati Sesama
Sebagai makhluk sosial manusia mutlak membutuhkan sesamanya dan lingkungan sekitar untuk melestarikan eksistensinya di dunia. Tidak ada satu pun manusia yang mampu bertahan hidup dengan tanpa memperoleh bantuan dari lingkungan dan sesamanya.

Dalam konteks ini, manusia harus selalu menjaga hubungan antar sesama dengan sebaik-baiknya, tak terkecuali terhadap orang lain yang tidak seagama, atau yang lazim disebut dengan istilah toleransi beragama.

Toleransi beragama berarti saling menghormati dan berlapang dada terhadap pemeluk agama lain, tidak memaksa mereka mengikuti agamanya dan tidak mencampuri urusan agama masing-masing. Ummat Islam diperbolehkan bekerja sama dengan pemeluk agama lain dalam aspek ekonomi, sosial dan urusan duniawi lainnya. Dalam sejarah pun, Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam telah memberi teladan mengenai bagaimana hidup bersama dalam keberagaman. Dari Sahabat Abdullah ibn Amr, sesungguhnya dia menyembelih seekor kambing. Dia berkata, “Apakah kalian sudah memberikan hadiah (daging sembelihan) kepada tetanggaku yang beragama Yahudi? Karena aku mendengar Rasulullah berkata, “Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga, sampai aku menyangka beliau akan mewariskannya kepadaku.” (HR. Abu Dawud). Sesungguhnya ketika (serombongan orang membawa) jenazah melintas di depan Rasulullah, maka beliau berdiri. Para Sahabat bertanya, “Sesungguhnya ia adalah jenazah orang Yahudi wahai Nabi?” Beliau menjawab, “Bukankah dia juga jiwa (manusia)?” (HR. Imam Bukhari). Sesungguhnya Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam berhutang makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan pakian besi kepadanya.” (HR. Imam Bukhari).

Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Dalam soal beragama, Islam tidak mengenal konsep pemaksaan beragama. Setiap diri individu diberi kelonggaran sepenuhnya untuk memeluk agama tertentu dengan kesadarannya sendiri, tanpa intimidasi.

Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (QS. Yunus; 99-100). Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. Al Kahfi; 29)

Persoalan keyakinan atau beragama adalah terpulang kepada hak pilih orang per orang, masing-masing individu, sebab Allah Subhanahu wata’ala sendiri telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih jalan hidupnya. Manusia oleh Allah Subhanahu wata’ala diberi peluang untuk menimbang secara bijak dan kritis antara memilih Islam atau kufur dengan segala resikonya. Meski demikian, Islam tidak kurang-kurangnya memberi peringatan dan menyampaikan ajakan agar manusia itu mau beriman

Dalam sebuah Hadits, riwayat Ibnu Abbas, seorang lelaki dari sahabat Anshar datang kepada Nabi, meminta izin untuk memaksa dua anaknya yang beragama Nasrani agar beralih menjadi muslim. Apa jawab Nabi? Beliau menolak permintaan itu, sambil membacakan ayat yang melarang pemaksaan seseorang dalam beragama, yaitu Surah Al-Baqarah: 256:”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah; 256)

Dalam Aqidah Tidak Ada Toleransi
Jika dalam aspek sosial kemasyarakatan semangat toleransi menjadi sebuah anjuran, ummat Islam boleh saling tolong menolong, bekerja sama dan saling menghormati dengan orang-orang non Islam, tetapi dalam soal aqidah sama sekali tidak dibenarkan adanya toleransi antara ummat Islam dengan orang-orang non Islam.

Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam tatkala diajak ber-toleransi dalam masalah aqidah, bahwa pihak kaum Muslimin mengikuti ibadah orang-orang kafir dan sebaliknya, orang-orang kafir juga mengikuti ibadah kaum Muslimin, secara tegas Rasulullah diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk menolak tawaran yang ingin menghancurkan prinsip dasar Aqidah Islamiyah itu. Allah Ta’ala berfirman: Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun; 1-6).

Dalam setiap melaksanakan sholat, sebenarnya ummat Islam telah diajarkan untuk selalu berpegang teguh terhadap aqidah Islamiyah dan jangan sampai keyakinan ummat Islam itu sedikit pun dirasuki oleh virus syirik, yaitu dengan membaca: “Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya milik Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada yang menyekutui-Nya. Oleh karena itu aku diperintah dan aku termasuk orang-orang Islam.”

Kebenaran Islam sebagai satu-satunya agama yang sah harus selalu diyakini oleh kaum Muslimin dengan kadar keimanan yang teguh. Sama sekali tidak dibenarkan bahwa masing-masing agama memiliki kebenaran yang relatif, sebagaimana yang sekarang sedang digembar-gemborkan oleh kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL) dan telah banyak merasuki jiwa generasi muda Islam. Bukankah Allah Subhanahu wata’ala telah menandaskan: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran; 85).

Siapa yang menginginkan kebahagiaan dan kemuliaan di dunia dan akhirat, tidak ada jalan kecuali beriman kepada Allah Subhanahu wata’ala dan beribadah kepada-Nya. Kemuliaan itu tidak bisa dicapai dengan menyembah selain Allah Ta’ala. Kemuliaan hanya milik Allah semata. “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur.” (Fatir; 10).

Seputar Natalan dan Doa Lintas Agama
Kekuatan musuh-musuh Islam terus bergerak aktif untuk melemahkan aqidah dan keyakinan generasi muda Islam. Melalui propagandanya yang dikemas dengan sangat rapi, mereka berusaha menciptakan keraguan dalam keyakinan ummat Islam. Batasan-batasan aqidah Islamiyah yang sedari awal telah begitu jelas dan nyata, antara yang hitam dan putih, antara yang haq dan batil, antara keimanan dan kekufuran, direduksi oleh mereka menjadi abu-abu dan remeng-remeng (tidak jelas).

Salah satu hal yang status hukumnya dibuat mereka menjadi kabur dan remeng-remeng bahkan dirubah total adalah masalah seputar natalan dan mengucapkan selamat natal kepada orang-orang Kristen.

Mengucapkan selamat natal itu sebenarnya punya makna yang mendalam dari sekadar basa-basi antar agama. Karena setiap upacara dan perayaan tiap agama memiliki nilai sakral dan berkaitan dengan kepercayaan dan akidah masing-masing. Oleh sebab itu masalah mengucapkan selamat kepada penganut agama lain tidak sesedarhana yang dibayangkan. Sama tidak sederhananya bila seorang mengucapkan dua kalimat syahadat. Betapa dua kalimat Syahadat itu memiliki makna yang sangat mendalam dan konsekuensi hukum yang tidak sederhana. Termasuk hingga masalah warisan, hubungan suami istri, status anak dan seterusnya. Padahal hanya dua penggal kalimat yang siapa pun mudah mengucapkannya.

Demikian pula pengucapan tahni`ah (ucapan selamat) natal kepada Nashrani juga memiliki implikasi hukum yang tidak sederhana. Memang benar bahwa kaum muslimin menghormati dan menghargai kepercayaan agama lain bahkan melindungi mereka yang zimmi. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah manakah batasan hormat dan ridha dalam masalah ini. Antara hormat dan ridha jelas tidak sama. Ridha adalah suatu hal dan ridha adalah yang lain.

Kita memang harus menghormati Nasrani karena memang hal itu merupakan kewajiban. Hak-hak mereka kita penuhi karena
itu kewajiban. Tapi memberi ucapan selamat, ini mempunyai makna ridha, artinya kita rela dan mengakui apa yang mereka yakini. Ini sudah jelas masuk masalah akidah. Dan inilah yang namanya batasan yang jelas yang tidak boleh sekali-kali dikaburkan.

Bila kita tidak mengucapkan selamat natal bukan berarti kita tidak ingin adanya persaudaraan dan perdamaian antar penganut agama. Bahkan sebenarnya tidak perlu lagi umat Islam ini diajari tentang toleransi dan kerukunan. Adanya orang Nasrani di Republik ini dan bisa beribadah dengan tenang selama ratusan tahun adalah bukti kongkrit bahwa umat Islam menghormati mereka. Toh mereka bisa hidup tenang tanpa kesulitan. Bandingkan dengan negeri di mana umat Islam menjadi kelompok minoritas. Bagaimana ummat Islam diteror, dipaksa, dipersulit, diganggu dan dianiaya. Dan fakta-fakta itu bukan isapan jempol. Hal itu terjadi dimana pun umat Islam yang minoritas, baik Eropa, Amerika, Australia dan sebagainya.

Walhasil, tidak mengucapkan selamat natal itu justru toleransi dan saling menghormati akidah masing-masing. Dan sebaliknya, saling memberi ucapan selamat justru menginjak-injak akidah masing-masing karena secara sadar kita melecehkan akidah yang kita anut.

Demikian pula halnya dengan doa bersama lintas agama yang akhir-akhir ini juga makin marak. Bahwa toleransi yang ditolelir adalah bentuk toleransi dalam wilayah sosial kemasyarakatan. Berdoa sejatinya bukan masalah sosial, melainkan justru merupakan intisari sebuah ibadah kepada Allah Subhanahu wata’ala, sebagaimana sabda Nabi: Rasulullah bersabda, “Doa adalah intisari ibadah.” (HR. Imam Tirmidzi).

Orang yang berdoa kepada Tuhannya, pasti dia meyakini bahwa Tuhannya adalah yang haq dan yang bisa mengabulkan permintaannya. Jadi, jika dalam forum doa bersama itu seorang Nasrani berdoa menurut keyakinannya dan orang Islam meng-amininya itu sama halnya orang Islam tersebut telah meyakini kepercayaan orang Nasrani, begitu juga sebaliknya. Wallahu a’lam bish showab.

* Penulis adalah pengasuh PP. al-Haromain Pujon, Malang, Jatim
Beliau alumni Sayyid al-Maliki Makkah, dan PP. Langitan Tuban
Read more...

Friday, November 20, 2009

macam-macam ulir

Hal umum tentang Ulir
Bentuk ulir dapat terjadi bila sebuah lembaran berbentuk segitiga digulung pada sebuah selinder, seperti yang diperlihatkan dalam gambar 1.1. Dalam pemakaian, ulir selalu bekerja dalam pasangan antara ulir luar dan ulir dalam, seperti gambar 1.2 . ulir pengikat pada umumnya mempunyai profil penampang berbentuk segitiga sama kaki. Jarak antara satu puncak dengan puncak berikutnya dari profil ulir disebut jarak bagi.

Ulir disebut tunggal atau satu jalur yang melilit selinder dan disebut dua atau tiga jalan bila ada dua atau tiga jalur ( gbr 1.3 ) jarak antara puncak- puncak yang berbeda satu putaran dari satu jalur, disebut kisar. Jadi, kisar pada ulir tunggal adalah sama dengan jarak baginya, sedangkan untuk ulir ganda dan tripel, besarnya kisar berturut-turut sama dengan dua kali dan tiga kali jarak baginya.
Ulir juga dapat berupa ukir kanan dan ulir kiri, dimana ulir kanan akan bergerak maju bila diputar searah jarum jam, seperti diperlihatkan dalam gambar 1.4 umumnya ulir kanan lebih banyak dipakai
Penggolongan ulir menurut jenis kelas , bahan, dan fungsinya, akan diuraikan seperti dibawah ini :

1 Jenis Ulir

Ulir digolongkan menurut bentuk profil penampangnya sebagai berikut : ulir segi tiga, persegi, trapezium, gigi gegaji, dan bulat, bentuk persegi,trapezium, dan gigi gergaji, pada umumnya dipakai untuk pengerak atau penerus gaya , sedangkan ulir bulat dipakai untuk menghindari kemacetan karena kotoran . tetapi bentuk yang paling banyak dipakai adalah ulir segitiga
Ulir segitiga diklasifikasikan lagi menurut jarak baginya dalam ukuran metris dan inch, dan menurut ulir kasar dan lembut sebagai berikut :
1.seri ulir kasar metris ( tabel 1.1 )
2.seri ulir kasar UNG ( Tabel 1.2 )
3.seri ulir lembut simetris
4.seri ulir lembut UNF

Seri ulir lembut lebih UNEF
Seri ulir kasar dipakai untuk keperuan umum, seperti baut dan mur . seri ulir lembut mempunyai jarak bagi yang kecil dan dipergunalan pada bagian –bagian yang tipis serta untuk keadaan di mana getaran besar ( karena ulir lembut tidak mudah kendor sendiri ). Ulir seri UNC, UNF dan UNEF merupakan gabungan antara standar amerika dan inggris. Dalam gambar 1.5 diperlihatkan perbandingan ulir kasar dan ulir lembut dengan diameter luar yang sama .
Ada juga ulir pipa yang dipakai untuk menyambung pipa dan bagian-bagiannya. Termasuk dalam golongan ini adalah ulir lurus yang dipakai untuk mengikat dan ulir kerucut atau tirus untuk sambungan yang harus rapat. Ulir ini mempunyai jarak bagi dan tinggi ulir yang lebih kecil dari pada ulir kasar
Selain ulir – ulir diatas, ada juga ulir untuk pemakaian seperti pada sepeda, mesin jahit, dan pipa halus, yang telah distandarkan

2. kelas Ulir

Ukuran ulir uar dinyatakan dengan diameter luar, diameter efektif ( diameter dimana tebal profil dan tebal alur dalam arah sumbu adalah sama ), dan diameter inti. Untuk ulir dalam, ukuran tersebut dinyatakan dengan diameter efektif , ukuran pembatas yang diizinkan, dan toleransi
Atas dasar besarnya toleransi, ditetapkan kelas ketelitian sbb:
Untuk ulir metris : kelas 1,2 dan 3
Untuk ulir UNC, UNF UNEF : kelas 3A, 2A, dan 1A, untuk ulir luar .
Kelas 3B, 2B, dan 1B untuk ulir dalam
Perlu diterangkan bahwa ketelitian tertinggi dalam standar JTS adalah kelas 1, dan dalam standar amerika adalah 3A atau 3B .
Patokan yang dipakai untuk pemilihan kelas adalah sbb:
Kelas teliti ( kelas 1 dalam JTS ) untuk ulir teliti
Kelas sedang ( kelas 2 dalam JTS ) untuk pemakaian umum .
Kelas kasar ( kelas 3 dalam JTS ) untuk ulir yang sukar dikerjakan,
Misalnya ulir dalam dari
Lubang yang panjang
3. Bahan ulir

Penggolongan ulir menurut kekuatannya distandarkan dalam JTS seperti diperlihatkan dalam Tabel 1.3. arti dari bilangan kekuatan untuk baut dalam tabel tersebut adalah sbb : angka sebelah kiri tanda titik adalah 1/10 harga minimum kekuatan tarik σb ( kg /mm) dan sebelah kanan titik adalah 1/10 (σγ/σB )
Untuk mur , bilangan yang bersangkutan menyatakan 1/10 tegangan beban jaminan.
4. Jenis ulir Menurut Bentuk Bagian Dan Fungsinya.
Baut digolongkan menurut bentuk kepalanya, yaitu segi enam , soket segi enam , dan kepala persegi. Baut dan mur dapat dibagi sebagai berikut : baut penjepit , baut untuk pemakaian khusus , sekrup mesin sekrup penetap , dan mur, seperti diuraikan dibawah ini :
Baut penjepit gambar 1.6 , dapat berbentuk :
a.Baut tembus, untuk menjepit dua bagian melalui lubang tembus, dimana jepitan diketatkan dengan sebua mur
b.Baut tap , untuk menjepit dua bagian, dimanajepitan diketatkan dengan ulir yang ditapkan pada salah satu bagian .
c.baut tanam, merupakan baut tanpa kepala dan diberi ulir pada kedua ujungnya. Untuk dapat menjepit dua bagian, baut ditanam pada salah satu bagian yang mempunyai lubang berulir, dan jepitan diketatkan dengan sebuah mur.

Baut untuk pemakaian khusus ( gbr 1.7 ) dapat berupa :
baut pondasi, untuk memasang mesin atau bangunan pada pondasinya .
baut ini ditanam pada pondasi beton,dan jepitan pada bagia mesin atau bangunan diketatkan dengan mur .
b. Baut penahan , untuk menahan dua bagian dalam jarak yang tetap.
c. Baut kereta , banyak dipakai pada badan kendaraan. Bagian persegi dibawah kepala dimasukkan kedalam lubang persegi yang pas sehingga baut ikut berputar pada waktu mur diketatkan atau dilepaskan.
f. Disamping baut khusus yang telah disebut diatas, masih banyak jenis yang lain. Tetapi disini akan dikemukakan semuanya .

Sekrup mesin ( ganbar 1.8 )
Sekrup ini mempunyai diameter sampai 8 mm dan untuk pemakaian dimana tidak ada beban besar . kepalanya mempunyai alur lurus atau alur silang untuk dapat dikeraskan dengan obeng.

sekrup penetap (gambar 7.9)

sekrup ini dipakai untuk menetapkan naf pada poros, atau dipakai sebagai pengganti pasak. Biasanya dibuat dari baja yang ujungnya dikeraskan.

( a ) Bentuk kepala ( b ) dalam keadaan terpasang 

5 sekrup pengetap
sekrup ini mempunyai ujung yang dikeraskan sehingga dapat mengetap lubang plat tipis atau bahan yang lunak pada waktu diputar masuk.
6 mur (gambar 7.10)
pada umumnya mur mempunyai bentuk segi enam. Tetapi bentuk pemakaian khusus dapat dipakai mur dengan bentuk yang ber macam-macam, seperti mur bulat,mur flens,mur tutup, mur mahkota, dan mur kuping.

7.2 Pemilihan Baut Dan Mur
Baut dan mur merupakan alat pengikat yang sngat penting. Untuk mencegah kecelakaan pada mesin, atau kerusakan pada mesin, pemilihan baut dan mur sebagai alat pengikat harus dilakukan dengan seksama untuk mendapatkan ukuran yang sesuai. Dalam gambar,7,11 diperlihatkan macam-macam kerusakan yang dapat tejadi pada baut.

Untuk menentukan ukuran baut dan, mur, sebagai faktor harus diperhatikan seperti sifat gaya pada baut, syarat kerja, kekuatan bahan, kelas ketelitian, dll.
Adapun gaya-gaya yang bekerja pada baut dapat berupa :
bebean statis aksial murni.
Beban aksial, bersama dengan beban puntir.
Beban geser
Beban tumbukan aksial.
Pertam-tama akan di tinjau kasus dengan pembebanan aksial murni. Dalam hal ini, persamaan yang berlaku adalah
σ_t=W/A=W/((π/4)〖d_1^2〗^ ) (7.1)

Dimana W (kg) adalah beban tarik pada baut, σt adalah tegangan tarik yang terjadi dibagian yang berulir pada diameter inti d1 (mm). Pada sekrup atau baut yang mempunyai diameter luar d≥ 3(mm), umumnya besar diameter inti d1=0,8 d, sehingga (d1/d)2= 0,64.jika σa (mm2)adalah tegangan yang diizinkan, maka
σ_t=W/((π/4)(0,8d)^2 ) (7.2)

Dari persamaan (7.1)dan (7.2) diperoleh
d≥√(4W/(πσ_(α ) x 0,64)) atau d≥√(2w/σ_a ) (7.3)
Harga σa tergantung pada macam bahan, yaitu SS,SC, atau SF. Jika difinis tinggi, faktor keamanan dapat diambil sebesar 6-8, dan jika difinis biasa, besarnya antara 8-10. Untuk baja liat yang mempunyai kadar karbon 0,2-30,3(%),tegangan yang di izinkan σa umumnya adalah sebesar 6(kg/mm2) jika difinisi tinggi, dan 4,8 (kg/mm2) jika difinisi biasa.
Dalam hal mur, jika tinggi profil yang bekerja menahan gaya adalah h (mm), seperti dalam gambar 7.12, jumlah lilitan ulir adalah z, diameter efektif ulir luar d2, dan gaya-gaya tarik pada baut W (kg), maka besarnya tekanan kontak pada permukaan ulir q (kg/mm2)
adalah
q=w/(πd_2 hz)≤q_a (7.4)

Dimana qa adalah tekanan kontak yang di izinkan, dan besarnya tergantung pada kelas ketelitian dan kekerasan permukaan ulir seperti diberikan dalam tabel 7,4. jika persyaratan dalam persamaan (7.4) tersebut terpenuhi, maka ulir tidak akan menjadi lumur atau dol. Ulir yang baik mempunyai harga h palin sedikit 75(%) dari kedalaman ulir penuh; ulir biasa, mempunyai h sekitar 50(%) dari kedalaman penuhnya.
Jumlah ulir z dan tinggi mur h(mm) dapat di hitung dari persamaan

z≥w/(πd_2 hq_0) (7.5)
H = zp,p = jarak bagi (7.6)
Menurut standar : H= (0,85-0,1)d (7.7)

Dalam gambar 7.13 diperlihatkan bahwa gaya w juga akan menimbulkan tegangan geser pada luas bidang silinder (πd1.k.p.z) dimana k.p adalah tebal akar ulir luar.

τ_b=W/(πd_1 kpz) (7.8)

Jika tebal akar pada mur dinyatakan dengan j.p, maka tegangan gesernya adalah
τ_n=W/πDjpz (7.9)
Untuk ulir metris dapat diambil k = 0.84 dan j = 0,75. untuk pembebanan pada seluruh ulir yanmg dianggap merata, τb dan τn harus lebih kecil dari pada harga yang diizinkan τa.

Tabel 7.Tekanan permukaan yang di izinkan pada ulir

bahan Tekana permukan Yang di izinkan
qa(kg/mm2)
Ulir luar Ulir dalam Untuk pengikat Untuk penggerak
Baja liat Baja liat atau perunggu 3 1
Baja keras Baja liat atau perunggu 4 1,3
Baja keras Besi cor 1,5 0,5

bahan Kecepatan luncur Tekana permukan Yang di izinkan
qa(kg/mm2)
perunggu Kecepatan rendah 1,8-2,5
baja perunggu 3,0 m/min atau kurang 1,1-1,8
Besi cor 3,4 m/min atau kurang 1,3-1,8
perunggu 6,0-12,0 m/min 0,6-1,0
Besi cor 0,4-0,7
perunggu 15,0 m/min atau kurang 0,1-0,2

Bila beban yang bekerja pada baut merupakan gabungan antara gaya tarik aksial dan momen puntir, maka sangat perlu untuk menentukan cara memperhitungkan pengaruh puntiran tersebut. Jika gaya aksial dinyatakan dengan W(kg), maka harus ditambahW/3 pada gaya aksial tersebut sebagai pengaruh dari tambahan momen puntir. Cara ini merpakan p[erhitungan kasar, dan dipakai bila diperhitungkan yang lebih teliti dianggap tidak diperlukan.
Bila terdapat gaya geser murni W(kg), tengan geser yang terjadi masih dapat diterima selama tidak melibihi harga yang yang di izinkan. Jadi (W/(π/4)d2)≤ τ
A, untuk satu penampang yang mendapat beban geser. Seperti telah di uraikan di muka., tegangan geser yang diambil sebesar τa = (0,5 – 0,75)σa, dimana σa adalah tegangan tarik yang di izinkan. Perlu diperhatikan bahwa beban geser harus ditahan oleh bagian yang berdiameter d.
Baut yang mendapat beban tumbukan dapat diputus karena adanya konsentrasi tegangan pada bagian akar profil ulir. Dengan demikian diameter inti baut harus diambil cukup besar untuk memper tinggi faktor keamnanya. Baut khusus untuk menahan tumbukan biasanya dibuat panjang, dan bagian yang tidak ber ulir dibuat dengan diameter lebih kecil dari pada diameter intinya, atau diberi lubang pada sumbunya yang terberulir,

Panajng l dari baut tap atau baut tanam yang disekrupkan kedalam lubang ulir, tergantung pada bahanlubang ulir tersebut sebagai berikut: untuk baja autu perunggu l = , untuk besi cor l = 0,3d, untuk logam lunak l = (1,8-2,0)d. Kedalam lubang ulir harus sama dengan l di tambah 2-10 (mm).
Permukaan dimana kepala baut atau mur akan dudu, harus dapat menahan tekanan permukaan sebagai akibat dari gaya aksial baut. Untuk menghitung besarnya tekanan ini, dianggap bahwa luas bagian kepala baut atau mur yang akan menahn gaya adalah lingkaran yang diameter luarnya sama dengan jarak dua sisi sejajar dari segi enam B(mm), dan diameter dalamnya sama dengan diameter-dianeter luar baut d (mm). Jika beban aksial baut adalah W (kg), maka besarnya tekanan permukaan dudukan adalah
q=W/((π/4)(B^2-d^2)) ≤ q_sa (710)
Dimana qsa adalah tekanan permukaan yang di izinkan seperti dalam tabel 7.4.
Baut atau mur dapat menjadi kendor atau lepas karena getaran. Untuk mengatasi hail ini perlu dipakai penjamin. Dibawah ini diberikan beberap contoh yang umum di pakai.
cicin penjamin (gambar 7.15 ) yang dapat terbentuk cincin pegas, cicin bergigi luar, cincin cekam berlidah.
Murpenjamin (gamabr 7.16) yang menggunakan dua buah mur, yang bentuknya dapat bermacam-mavam dalam hal gambar 7.16(a), mur A akan mencegah mur B menjadi kendor.
Pena menjamin, sekrup mesin, atau sekrup penetap (gambar 7.17),
Macam macam penjamin lain (gambar 7.18) seperti dengan cincin nilon yang disisipkan pada ujung mur untuk memeprbesar gasakan dengan baut, menipiskan dan membelah ujung mur yang berfungsi sebagai penjepit baut,dll.

Di bawah ini akan di diberikan cara merencanakan ulir dan mur sederhana dengan menggunakan contoh dan diagram (diagram 2.8).

[contoh 7.1] rencakan ulir da mur untuk sebuah kait dengan beban 5 (ton) seperti dalam gambar 7.19. kait dan mur kedua-duanya di buat dari baja liat dengan kadar karbon 0,22(%).

[penyelesaian]
Wo = 5000 (kg)
fc = 1,2
W = 1,2 X 5000 = 6000 (kg)
Bahan baut : baja liat dengan 0,22(%)C σB = 42 (kg/mm2), Sf= 7, σa = 6 (kg/mm2), τa = 0,5 x 6 = 3 (kg/mm2)
d_1=√((4 x 6000)/(π x 6))=35,8
Dipilh ulir metris kasar d1 = 37,129 (mm) > 35,8 (mm), d = 42 (mm), p = 4,5 (mm)
Bahan mur : baja liat dengan 0,22(%)C σB = 42 (kg/mm2), τa = 0,5 x 6 = 3 (kg/mm2), qa = 3 (kg/mm2)
D = 42 (mm), d2 = 39.077 (mm), H1 = 2, 436 (mm)
z≥6000/(π x 39,077 x 2,436 x 3) = 6,69 →7
H ≥7 x 4.5 = 31,5 (mm), H ≥ (0,8 – 1,0)d = 35,6 → 42 (mm) H = 42 (mm) akan dipakai
z’ = 42/4,5 = 9,33
τ_b=6000/(3,14 x37,129 x 0,89 x 4,5 x 9,33)=1,46

Harga di atas dapat diterima karena masing-masing lebih rendah dari 3,0(kg/mm²)
Bahan baut dan mur : baja liat dengan 0,22(%)C. Baut : M42. Mur : M42 ; tinggi mur = 42 (mm)

28. Diagram aliran untuk merencanakan baut dan mur kait

7.3 Ulir Dengan Beban Berulang

Dalam praktek, pengetahuan tentang tata cara perhitungan ulir yang dikenai beban dinamis atau beban berulang adalah sangat penting. Sebagai contoh pada kasus ini adalah baut yang dipakai untuk menjepit kepala silinder motor bakar torak dimana tekanan di dalam silinder selalu berubah-ubah antara harga nol dan maksimumnya.
Misalkan dua buah plat seperti dalam gambar 7.20 dijepit oleh sebuah baut dengan gaya awal Pо (kg). Karena gaya tersebut, baut akan mengalami perpanjangan sebesar λb (mm) dan plat akan mengalami pengurangan pada tebalnya sebesar δp (mm) karena elastisitas. Perpanjangan dan penipisan tersebut berbanding lurus dengan gaya jepit yang bekerja. Jika konstanta pegas dari baut dan pelat berturut-turut dinyatakan sebagai dengan Cb (kg/mm) dan Cp (kg/mm), maka gaya jepit awal dapaty dinyatakan sebagai
P_0=C_b λ_b; P_0=C_(p ) δ_p (7.11)

Gambar 7.20 Dua buah plat dijepit dengan baut dan mur

Persamaan tersebut dapat digambarkan seperti dalam gambar 7.21(a). Jika ∆OSS’ digeser kekiri hingga PP’ dan SS’ berimpit, akan diperoleh Gambar 7.21(b). Besarnya konstanta pegas dari baut dan pelat juga dapat dinyatakan sebagai tangen sudut α dan β sebagai berikut :

tan⁡∝=P_0/ λ_b;tan⁡〖β= 〗 P_0/δ_p (7.12)
Jika Eb (kg/mm²) menyatakan modulus elastisitas baut, l (mm) panjang ekivalen baut, Ak (mm²) diameter inti baut, lp (mm) tebal plat, dan H (mm) tinggi mur, maka

E_b=(P_0 l)/(A_k λ_b )= C_b l/A_k ,C_b= (A_k E_b)/l (7.13)

l = lp + H + tambahan (7.,14)

Untuk baut dengan bagian yang tak berulir sepanjang L1 dan yang berulir L2 seperti dalam Gambar 7.22, maka

1/C_b =1/E_b (l_1/A_d + l_2/A_k ) (7.15)

A_d=(π/4)d^2 , l_2= l_p+ (H/2) – l_1 (7.16)
Konstanta pegas dari plat, sangat sukar dihitung karena luasnya, kecuali untuk bentuk-bentuk tertentu. Dalam hal ini, beberapa rumus telah diajukan uuntuk menaksir

Luas bagian plat yang terpengaruh oleh jepitan baut. Di sini hanya akan dipakai rumus Fritsche sbb.:
A_p=π/4 〖[(B+k l_p/2)〗^2- D^2] (7.17)

Dimana
B: adalah jarak antara dua sisi segi enam yangsejajar (dari mur atau kepala baut,
(mm)
D: adalah diameterv lubang baut, (mm)
k : konstanta bahan yang bearnya antara 1/3-1/5
Dengan demikian maka konstanta pegas dari plat dapat ditulis sebagai

C_p= A_(pE_p )/l_p = E_p/l_p .π/4[(B+k l_p/2)^2-D^2] (7.18)

Jika kemudian ada gaya luar yang mencoba saling memisahkan kedua plat tersebut dalam arah sumbu baut, maka gaya aksial pada baut bertambah sehingga lebih besar dari Pо. Misalkan gaya pemisah tersebut besarnya P_o(kg) dan bekerja pada bagian penampang pelat seperti dalam Gambar 7.23. Maka bagian yang diarsir dengan garis mendatar, yaitu luas (1 – n)l_p, akan mengalami penambahan kompresi, sedangka

Bagian penampang yang diarsir dengan garis tegak, yaitu luas nl_p, akan mengalami pengurangan kompresi. Akibatnya ialah bahwa plat akan cenderung untuk kembali kepada tebal semula. Harga n pada umumnya diambil sebesar 1, 3/4, atau ½.
Misalkan dari gaya luar P, bagian P_b mengakibatkan perpanjangan baut sebesar λ_b1 dan penipisan plat sebesar λ_p1. Misalkan pula bahwa modulus elastisitas baut Eb sama dengan modulis elastisitas plat Ep. Maka

C_p= P_b/λ_b1 , C_pc= P_b/λ_p1 = (A_p E_p)/(l_p (1-n))= C_p/(1-n)

λ= λ_b1+λ_p1=P_b/C_b +(P_b (n-1))/C_p =P_b {1/C_b +((n-1))/C_p } (7.19)

Penipisan bagian plat yang tebalnya nlp akan berkurang ekivalen dengan λ. Pengurangan kompresi pada bidang kontak antara kedua plat adalah

C_(pe =) P_b/λ = (A_p E_p)/〖nl〗_p = C_p/n (7.20)

Hubungan ini digambarkan dalam Gambar 7.24, dimana

tan γ = P_b/λ= C_b/(1+(C_b/C_(b ) )(1-n)) < c_b=" tan" c_p=" tan"> β

Gaya luar P = Pp + Pb digambarkan dengan garis tegak yang kedua ujungnya berada di garis titik-titik. Sekarang, jika digunakan notasi

P_b/P= ф (7.21)

ф= P_b/P = P_b/(P_(b )+ P_P )= 〖λ_b1 C〗_b/(〖λ_b1 C〗_b+〖λ_b1 C〗_b C_p/n(1/C_b +(1-n)/C_p ))

maka :

ф = nC_b/(C_(p )+ C_b ) (7.22)

Perbandingan antara gaya jepit awal Po dan Pp disebut faktor pelepasan L, yang dapat ditulis sebagai

L = P_o/P_p = P_o/(1 – ф)P (7.23)

Dalam tabel 7.5 diberikan harga L tersebut. Notasi 10K, 12K, 6G, dan 8G dalam tabel tersebut berhubungan dengan sistem pemagian kekuatan ulir atau kekuatan bahan menurut standar DIN. Sifat-sifat mekanisnya diberikan dalam tabel 7.6.
Setiap distribusi gaya jepit harus dikoreksi dengan menggunakan faktor pengetatan a dari Tabel 7.7 sebagai berikut:

P_o = aL(1 – ф)P (7.24)

Penambahan gaya jepit P_T karena adanya kenaikan temperatur pada waktu operasi, dapat ditambahkan. Dengan demikian maka gaya jepit maksimum adalah

P_max= aL(1 – ф)P+ фP+ P_T (7.25)

Dengan mempergunakan batas harga mulur σy (kg/mm²) dalam Tabel 7.6, perlu diperiksa apakah Pmax memenuhi persamaan berikut:

P_max σ_γ.A_k (7.26)

Selanjutnya, amplitudo tegangan baut σ_am (kg/mm²) adalah

σ_am= 1/2 P_b/A_k = ф/2.P/A_k (7.27)

Besarnya amplitudo ini tidak boleh melebihi batas kelelahan ulir luar menurut Tabel 7.8
Tekanan dudukan kepala baut atau mur dapat dihitung dengan rumus

P_(s= P_max/((π/4)(B^2- D^2))) (7.28)

Dalam hal ini perlu diperiksa apakah harga tersebut tidak melebihi harga yang ada dalam Tabel 7.9.
Jika diberikan beban dinamis dan statis aksial, beban statis dann dinamis radial atau lintang, atau gaya jepit awal, maka untuk menaksir diameter nominal baut yang sesuai (sebagai taksiran pertama), dapat dipergunakan Tabel 7.10.

⌠Contoh 7.2⌡ Rencanakan sebuah baut dan mur nutuk beban luar berulang yang bervariasi antara 0 sampai 1500 (kg). Tebal benda yang akan dijepit adalah 60 (mm) dan terbuat dari baja SS. Pengetatn mur akan dilakukan dengan tangan .

(Penyelesaian)

Po = 0-1500 (kg)
Misalkan bahan baut dari golongan 8G(SCr 2).
σ_B = 80 (kg/mm²), σy = 64 (kg/mm²), dan E = 2,1 X 10 (kg/mm²)
Ambil titik kerja gaya sebagai n = ¾.
Dari daftar diameter nominal, diambil beban aksial dinamis 1000 dan 1600 (kg); maka untuk golongan 8G diperoleh M10-M14. Sebagai kompromi diambil M12.
l = 60 + 10 (tinggi mur) + 3 (tambahan) = 73 (mm)
b = 30 (mm)
l_1 = 73 – 30 = 43 (mm)
l_2 = 60 – 43 = (10/2) = 22 (mm)
A_d = (π/4) x 122 = 113,4 (mm2)
Ak = (π/4) x (10,106)2 = 80,2 (mm) 2
Konstanta pegas baut C_b
1/C_b = 1/(2,1 x 〖10〗^4 ) [43/113,4+22/80,2]= 0,311 x 〖10〗^(-4)
C_b = 3,22 x 10 (kg/mm)
Konstanta pegas benda yang dijepit Cp
Cp = (2,1 x 〖10〗^4)/60.π/4[(19 + 60/10 )^2 - 132] = 11,75 x 104 (kg/mm)
Φ = 3/4.3,22/(3,22+11,75) = 0,161
l_b/d = 60/12 = 5,8G. Untuk permukaan kasar L = 1,6
a = 1,4,L = 1,6
Po = 1,4 x 1,6(1-0,161) x 1500 = 2819 (kg)
P_max = 2819 + 0,161 x 1500 = 3061 (kg)
σ_γ A_k = 64 x 80,2 = 5133 (kg)
5133 > 3061 (kg), baik
σ_am = Φ/2.P/A_k = 0,161/2 x 1500/80,2=1,5 (kg/mm)
Ulir yang dirol, 8G, M10-16
Batas kelelahan σ_(f )= 5 (kg/mm²),
1,5 (kg/mm²) < 5 (kg/mm²), baik
Diambil : M12
B = 19 (mm)
P_s = 3061/((π/4)(19^2-13^2))=20,3 (kg/mm)

23. Dengan bahan di sekitar S35C, batas tekanan dudukan adalah 50 (kg/mm²).
24. Karena golongan 8G dapat mencapai harga di atas batas tersebut, maka 20,3
(kg/mm²) adalah cukup aman.
25. Hasil : 8G, M12, B =19 (mm), dudukan kasar, ulir dirol.

Read more...

macam-macam ulir

1. Jenis ulir

Ulir digolongkan menurut bentuk profit penampangnya sebagai berikut:ulir segi tiga, persegi, trapezium, gigi gergaji, dan bulat. Bentuk persegi , trapesium, dan gigi gergaji , pada umumnya dipakai untuk penggerak atau penerus gaya, sedangkan ulir bulat dipakai untuk menghindari kemacetan karena kotoran. Tetapi bentuk yang paling banyak dipakai adalah ulir segitiga.



Ulir segitiga diklasifikasikan lagi menurut jarak baginya dalam ukuran metris dan inch, dan menurut ulir kasar dann ulir lembut sebagai berikut:
> seri ulir kasar metris
> seri ulir kasar UNG
> seri ulir lembut metris
> seri ulir lembut UNF
> seri ulir lembut lebih UNEF
Seri ulir kasar dipakai untuk keperluan umum , seperti baut dan mur . seri ulir lembut mempunyai jarak bagi yang kecil dan dipergunakan pada bagian-bagian yang tipis serta untuk keadaan dimana getaran besar (karena ulir lembut tidak mudah kendor sendiri). Ulir seri UNC, UNF, dan UNEF merupakan gabungan antara standar Amerika dan Inggris.
Ada juga ulir pipa yang digunakan untuk menyambung pipa dan bagian-bagiannya. Termasuk dalam golongannya ini adalah ulir lurus yang dipakai untuk mengikat dan ulir kerucut atau tirus untuk sambungan yang harus rapat. Ulir ini mempunyai jarak bagi dan tinggi ulir yang lebih kecil dari pada ulir kasar . selain ulir-ulir diatas ada juga ulir untuk pemakaian seperti sepeda, mesin jahit, dan pipa halus, yang telah distandartkan.
2. kelas ulir
ukuran ulir luar dinyatakan dengan diameter luar, diameter efektif (diametr dimana tebal profil dan tebal alur dalam arah sumbua adalah sama), dan diameter inti.untuk ulir dalam , ukuran tersebut dinyatakan dengan diameter efektif , ukuran pembatas yang diizinkan , dan toleransi.
Atas dasar besarnya toleransi , ditetapkan kelas ketelitian sebagai berikut:
Untuk ulir metris :kelas 1, 2, dan 3.
Untuk ulir UNC, UNF, UNEF:
> Kelas 3A, 2A, dan 1A, untuk ulir luar.
> Kelas 3B, 2B, daN 1B, untuk ulir dalam.
Perlu diterangkan bahwa ketelitian tertinggi dalam standar JIS adalh kelas 1 , dan dalam standar Amerika adalah 3A Atau 3B.
Patokan yang dipakai untuk pemilihan kelas adalah sebagai berikut:
> Kelas teliti : ( kelas 1 dalam JIS ) untuk ulir teliti.
> Kelas sedang ( kelas 2 dalam JIS ) untuk pemakaian umum.
> Kelas kasar ( kelas 3 dalam JIS ) untuk ulir yang sukar dikerjakan misalnya ulir dalam dari lubang yang panjang.
Read more...

macam-macam ulir

Membubut Ulir


Meskipun dimungkinkan untuk membubut atau memotong ulir dalam segala bentuk, namun mesin bubut biasnya dipilih kalau hanya sedikit ulir yang akan dibuat atau apabila di ingin kan bentuk ulir khusus.


Biasanya hampir pada setiap mesin bubut telah tersedia mekanisme pembubutan ulir dan instruksi tersebut sudah juga disertakan pada panel mesin bubut nya. Sehingga hanya dengan memilih dan menarik tuas yang di inginkan, maka mesin akan bekeja untuk membuat ulir sesuai dengan yang di harapkan. Metode lain untuk mendapatkan bentuk ulir adalah dengan menggrinda pahat menjadi bentuk yang sesuai dengan bentuk ulir yangdiharapkan.


Misalnya akan membuat ulir dengan bentuk “V”, maka biasanya dapat dilakukan dengan 2 (dua) metode hantaran pahat. Yang pertama, pahat dapat dihantarkan lurus ke dalam benda kerja dan ulir dibentuk dengan melakukan sederetan pemotongan ringan. Aksi pemotongan nya terjadi pada kedua sisi pahat yang digunakan. Yang kedua, yaitu dengan menghantarkan pahat masuk dengan sudut tertentu. Umumnya pahat nya diberi hantaran positif sepanjang benda kerja, dimana



kecepatan putaran mesin disesuaikan untuk memotong sejumlah ulir yang di inginkan. Hal ini dapat dicapai dengan sederetan roda gigi yang terdapat/terletak dibagian ujung mesin bubut, menggerakkan ulir pengarah yang dihubungkan dengan spindel headstock pada kecepatan yang di inginkan.


Setelah mesin bubut disetel, sebuah ulir hantaran menyilang disetel pada suatu tanda di micrometer dial dan diambil suatu pemotongan yang ringan untuk memeriksa jarak bagi dari ulir. Pada akhir dari setiap pemotongan yang ber urutan, pahat dikeluarkan dari ulir dengan cara memutar ke belakang ulir hantaran menyilang nya. Hal ini diperlukan karena setiap pemutaran balik dalam ulir pengarah, akan dapat mencegah pengembalian pahat dalam pemotongan sebelum nya. Pahat kemudian dikembalikan ke kedudukan selanjutnya untuk mebuat ulir berikut, demikian seterus nya.

Read more...

Saturday, November 7, 2009

toleransi dalam islam

Toleransi dalam Islam


"Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tidak memerangi kalian karena agama dan tidak (pula)
mengusir kalian dari negeri kalian. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil." (Q.S. Al-Mumtahanah : 8).

Sekitar empat puluh tahun yang silam, datanglah ke Indonesia seorang
sejarawan terkemuka abad ini, asal Inggris, DR. Arnold J. Toynbee. Di
Indonesia ia merasa melihat keadaan yang "baginya aneh." Bangsa
Indonesia yang 90 persen taat pada agama Islam itu, ternyata adalah
bangsa yang paling lapang dada atau toleran, begitu kesaksian Toynbee.
Menurut Toynbee, toleransi Indonesia itu perlu dijadikan contoh.

Sesungguhnyalah, kaum muslimin adalah ummat yang paling toleran
(tasamuh : lapang dada) terhadap pemeluk agama lain, sebab agama Islam
memang mengajarkannya. Barangkali tidak ada agama yang begitu jelas,
tegas dan tuntas mengajarkan toleransi, sebagaimana halnya Islam;
bahkan toleransi itu merupakan ciri agama Islam. Indahnya lagi,
pelaksanaan praktek toleransi Islam ini terbukti dalam sejarah Islam
serta diakui dan dikagumi oleh banyak cendekiawan non-muslim di dunia
Barat maupun Timur.


Toleransi Islam : Aktif dan Positif
-----------------------------------
Keistimewaan ajaran Islam tentang toleransi ini ialah bahwa toleransi
Islam bukanlah toleransi yang pasif, melainkan aktif dan positif. Ia
bukan sekedar untuk "hidup berdampingan secara damai," melainkan lebih
dari itu aktif dan positif, yakni berbuat baik dan berlaku adil sekali
pun terhadap keyakinan orang lain. Di samping itu Islam juga memberi
perlindungan kepada mereka dari ancaman penindasan.

Tidak syak lagi bahwa toleransi -- yang merupakan "kata kunci" bagi
terwujudnya kehidupan heterogen yang harmonis -- adalah salah satu
sifat dan ciri yang menonjol ajaran Islam, dan sekaligus merupakan
kekuatan Islam. Berkat sikap yang toleran terhadap agama lain, Islam
dapat berkembang dengan pesat ke berbagai benua. Berkat toleransi
Islam, maka pemeluk agama lain di negeri Islam dapat hidup tenteram,
sebab mendapat perlakuan baik dari penguasa Islam.

Toleransi, yang bahasa Arabnya tasamuh adalah "sama-sama berlaku baik,
lemah lembut dan saling pemaaf." Dalam pengertian istilah umum,
tasamuh adalah "sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, di mana terdapat
rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang
digariskan oleh ajaran Islam."

Setidak-tidaknya ada dua macam tasamuh. Pertama, tasamuh antar sesama
manusia muslim yang berupa sikap dan perilaku tolong menolong saling
menghargai, saling menyayangi, saling menasehati, dan tidak curiga
mencurigai. Kedua, tasamuh terhadap manusia non muslim, seperti
menghargai hak-hak mereka selaku manusia dan anggota masyarakat dalam
satu negara. Dengan kata lain, toleransi didasarkan atas
prinsip-prinsip : 1. bertetangga baik; 2. saling membantu dalam
menghadapi musuh bersama; 3. membela mereka yang teraniaya; 4. saling
menasehati, dan 5. menghormati kebebasan beragama.

Ajaran Islam tentang toleransi beragama atau hubungan antar ummat
beragama ini meliputi lima ketentuan, yakni :

Pertama, tidak ada paksaan dalam agama, "Tidak ada paksaan dalam agama
(karena) sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang
salah." (Q.S. Al-Baqarah : 256).

Kedua, mengakui eksistensi agama lain serta menjamin adanya kebebasan
beragama, sebagaimana digariskan dalam Q.S. Al-Kafirun :
Katakanlah : "Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa
yang kalian sembah dan kalian bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kalian sembah, dan
kalian tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untuk kalian agama kalian dan untukku agamaku."
(Q.S. Al-Kafirun 1-6).

Ketiga, tidak boleh mencela atau memaki sesembahan mereka (Q.S. Al-
An'am : 108).

Keempat, tetap berbuat baik dan berlaku adil selama mereka tidak
memusuhi (Q.S. Al-Mumtahanah 8-9; Q.S. Fushshilat : 34).

Kelima, memberi perlindungan atau jaminan keselamatan. Pesan Nabi SAW,
"Barangsiapa menyakiti orang dzimmi berarti ia menyakiti diriku!"

Dari ayat-ayat di atas, jelaslah bahwa toleransi yang diajarkan Islam
bukanlah toleransi yang pasif -- yang sekedar "menenggang, lapang dada
dan hidup berdampingan secara damai" -- tapi lebih luas lagi; bersifat
aktif dan positif, yakni untuk berbuat baik dan berlaku adil. Agama
Islam juga mengakui adanya orang-orang ahli kitab yang baik dan
perlunya perlindungan tempat-tempat ibadah agama lain (Q.S. Al-Ma'idah
: 82; Q.S. Al-Hajj : 40).


Praktek Toleransi Islam
-----------------------
Ajaran Islam tentang toleransi ini bukan hanya merupakan teori belaka,
tapi juga terbukti dalam praktek, sebagaimana tercatat dalam sejarah
Islam dan diakui oleh para ahli non-muslim. Sejak agama Islam
berkembang, Rasulullah SAW sendiri memberi contoh betapa toleransi
merupakan keharusan. Jauh sebelum PBB mencanangkan Declaration of
Human Rights, agama Islam telah mengajarkan jaminan kebebasan
beragama. Melalui "Piagam Madinah" tahun 622 Masehi, Rasulullah SAW
telah meletakkan dasar-dasar bagi keragaman hidup antar ummat agama di
antara warga negara yang berlainan agama, serta mengakui eksistensi
kaum non muslim dan menghormati peribadatan mereka.

Ketika ummat Islam berkuasa di Spanyol selama hampir 700 tahun, soal
toleransi ini pun menjadi acuan dalam memperlakukan penduduk asli,
baik yang beragama Nasrani maupun Yahudi. Toleransi Islam ini juga
nyata di India, waktu Islam memerintah India, terutama pada masa
Sultan Akbar, Kesultanan Humayun Kabir, di mana kaum Hindu juga
mendapat keleluasaan.


Batas Toleransi
---------------
Sudah tentu sikap toleransi ini pun bukannya tanpa batas, sebab
toleransi yang tanpa batas bukanlah toleransi namanya, melainkan
"luntur iman."

Batas toleransi itu ialah, pertama : apabila toleransi kita tidak lagi
disambut baik atau ibarat "bertepuk sebelah tangan," di mana pihak
lain itu tetap memusuhi apalagi memerangi Islam. Kalau sudah sampai
"batas" ini, kita dilarang menjadikan mereka sebagai teman
kepercayaan.

Firman Allah SWT,
"Sesungguhnya Allah hanya melarang kalian menjadikan sebagai kawan
kalian orang-orang yang memerangi kalian karena agama dan mengusir
kalian dari negeri kalian, dan membantu (orang lain) untuk mengusir
kalian. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka
itulah orang-orang zhalim." (Q.S. Al-Mumtahanah : 9).

Akan tetapi hal ini tidak lantas berarti bahwa kita boleh langsung
membalas, melainkan lebih dulu menghadapinya dengan pendekatan untuk
"memanggil" atau menyadarkan. Bukankah Islam mengajarkan ummatnya agar
menolak kejahatan dengan cara yang baik?

"Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan)
dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang antaramu dengannya
ada permusuhan itu seolah-olah menjadi teman yang setia." (Q.S.
Al-Fushshilat : 34).

Apalagi kalau yang "memusuhi" aqidah kita adalah orang tua kita
sendiri, maka penolakannya harus dengan cara yang lebih baik lagi dan
tetap bersikap sebagai anak yang berbakti kepada kedua orang tua
(birru al-walidain). Dengan kata lain, sekali pun berbeda agama atau
keyakinan dengan orang tua, namun dalam hubungan antar manusia (hablun
min an-nas), harus tetap baik. Setiap anak harus berbakti kepada kedua
orang tuanya. Akan tetapi kalau orang tua memaksa anak untuk berbuat
syirik, maka "fala tuthi'huma!" (jangan sekali-kali kamu ikuti), dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik -- demikian firman Allah
dalam surat Luqman : 15.

Wallahu'alam bishshowab
Read more...

makalah kelompok PAI

Toleransi Antar-Umat Beragama dalam Pandangan Islam

Oleh Ust. Syamsul Arifin Nababan
Pendahuluan

Toleransi (Arab: as-samahah) adalah konsep modern untuk menggambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Toleransi, karena itu, merupakan konsep agung dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran agama-agama, termasuk agama Islam.

Dalam konteks toleransi antar-umat beragama, Islam memiliki konsep yang jelas. “Tidak ada paksaan dalam agama” , “Bagi kalian agama kalian, dan bagi kami agama kami” adalah contoh populer dari toleransi dalam Islam. Selain ayat-ayat itu, banyak ayat lain yang tersebar di berbagai Surah. Juga sejumlah hadis dan praktik toleransi dalam sejarah Islam. Fakta-fakta historis itu menunjukkan bahwa masalah toleransi dalam Islam bukanlah konsep asing. Toleransi adalah bagian integral dari Islam itu sendiri yang detail-detailnya kemudian dirumuskan oleh para ulama dalam karya-karya tafsir mereka. Kemudian rumusan-rumusan ini disempurnakan oleh para ulama dengan pengayaan-pengayaan baru sehingga akhirnya menjadi praktik kesejarahan dalam masyarakat Islam.

Menurut ajaran Islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta, binatang, dan lingkungan hidup. Dengan makna toleransi yang luas semacam ini, maka toleransi antar-umat beragama dalam Islam memperoleh perhatian penting dan serius. Apalagi toleransi beragama adalah masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan manusia terhadap Allah. Ia begitu sensitif, primordial, dan mudah membakar konflik sehingga menyedot perhatian besar dari Islam. Makalah berikut akan mengulas pandangan Islam tentang toleransi. Ulasan ini dilakukan baik pada tingkat paradigma, doktrin, teori maupun praktik toleransi dalam kehidupan manusia.
Konsep Toleransi Dalam Islam


Secara doktrinal, toleransi sepenuhnya diharuskan oleh Islam. Islam secara definisi adalah “damai”, “selamat” dan “menyerahkan diri”. Definisi Islam yang demikian sering dirumuskan dengan istilah “Islam agama rahmatal lil’ālamîn” (agama yang mengayomi seluruh alam). Ini berarti bahwa Islam bukan untuk menghapus semua agama yang sudah ada. Islam menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati. Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam agama dan keyakinan adalah kehendak Allah, karena itu tak mungkin disamakan. Dalam al-Qur’an Allah berfirman yang artinya, ““dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”

Di bagian lain Allah mengingatkan, yang artinya: “Sesungguhnya ini adalah umatmu semua (wahai para rasul), yaitu umat yang tunggal, dan aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah olehmu sekalian akan Daku (saja). Ayat ini menegaskan bahwa pada dasarnya umat manusia itu tunggal tapi kemudian mereka berpencar memilih keyakinannya masing-masing. Ini mengartikulasikan bahwa Islam memahami pilihan keyakinan mereka sekalipun Islam juga menjelaskan “sesungguhnya telah jelas antara yang benar dari yang bathil”.

Selanjutnya, di Surah Yunus Allah menandaskan lagi, yang artinya: “Katakan olehmu (ya Muhamad), ‘Wahai Ahli Kitab! Marilah menuju ke titik pertemuan (kalimatun sawā atau common values) antara kami dan kamu, yaitu bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak pula memperserikatkan-Nya kepada apa pun, dan bahwa sebagian dari kita tidak mengangkat sebagian yang lain sebagai “tuhan-tuhan” selain Allah!” Ayat ini mengajak umat beragama (terutama Yahudi, Kristiani, dan Islam) menekankan persamaan dan menghindari perbedaan demi merengkuh rasa saling menghargai dan menghormati. Ayat ini juga mengajak untuk sama-sama menjunjung tinggi tawhid, yaitu sikap tidak menyekutukan Allah dengan selain-Nya. Jadi, ayat ini dengan amat jelas menyuguhkan suatu konsep toleransi antar-umat beragama yang didasari oleh kepentingan yang sama, yaitu ‘menjauhi konflik’.

Saling menghargai dalam iman dan keyakinan adalah konsep Islam yang amat komprehensif. Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya spirit taqwa dalam beragama. Karena taqwa kepada Allah melahirkan rasa persaudaraan universal di antara umat manusia. Abu Ju’la dengan amat menarik mengemukakan, “Al-khalqu kulluhum ‘iyālullāhi fa ahabbuhum ilahi anfa’uhum li’iyālihi” (“Semu makhluk adalah tanggungan Allah, dan yang paling dicintainya adalah yang paling bermanfaat bagi sesama tanggungannya”).

Selain itu, hadits Nabi tentang persaudaraan universal juga menyatakan, “irhamuu man fil ardhi yarhamukum man fil samā” (sayangilah orang yang ada di bumi maka akan sayang pula mereka yang di lanit kepadamu). Persaudaran universal adalah bentuk dari toleransi yang diajarkan Islam. Persaudaraan ini menyebabkan terlindunginya hak-hak orang lain dan diterimanya perbedaan dalam suatu masyarakat Islam. Dalam persaudaraan universal juga terlibat konsep keadilan, perdamaian, dan kerja sama yang saling menguntungkan serta menegasikan semua keburukan.

Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui Piagam Madinah. Piagam ini adalah satu contoh mengenai prinsip kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan oleh Nabi Muhamad SAW di Madinah. Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi beragama adalah sikap saling menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling menyakiti serta saling melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.

Sikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa mempersoalkan perbedaan keyakinan juga muncul dalam sejumlah Hadis dan praktik Nabi. Bahkan sikap ini dianggap sebagai bagian yang melibatkan Tuhan. Sebagai contoh, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dalam Syu’ab al-Imam, karya seorang pemikir abad ke-11, al-Baihaqi, dikatakan: “Siapa yang membongkar aib orang lain di dunia ini, maka Allah (nanti) pasti akan membongkar aibnya di hari pembalasan”.

Di sini, saling tolong-menolong di antara sesama umat manusia muncul dari pemahaman bahwa umat manusia adalah satu badan, dan kehilangan sifat kemanusiaannya bila mereka menyakiti satu sama lain. Tolong-menolong, sebagai bagian dari inti toleransi, menajdi prinsip yang sangat kuat di dalam Islam.

Namun, prinsip yang mengakar paling kuat dalam pemikiran Islam yang mendukung sebuah teologi toleransi adalah keyakinan kepada sebuah agama fitrah, yang tertanam di dalam diri semua manusia, dan kebaikan manusia merupakan konsekuensi alamiah dari prinsip ini. Dalam hal ini, al-Qur’an menyatakan yang artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu ke arah agama menurut cara (Alla); yang alamiah sesuai dengan pola pemberian (fitrah) Allah, atas dasar mana Dia menciptakan manusia…”

Mufassir Baidhawi terhadap ayat di atas menegaskan bahwa kalimat itu merujuk pada perjanjian yang disepakati Adam dan keturunanya. Perjanjian ini dibuat dalam suatu keadaan, yang dianggap seluruh kaum Muslim sebagai suatu yang sentral dalam sejarah moral umat manusia, karena semua benih umat manusia berasal dari sulbi anak-anak Adam. Penegasan Baidhawi sangat relevan jika dikaitkan dengan hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, Nabi ditanya: “Agama yang manakah yang paling dicintai Allah?’ Beliau menjawab “agama asal mula yang toleran (al-hanîfiyyatus samhah).

Dilihat dari argumen-argumen di atas, menunjukkan bahwa baik al-Qur’an maupun Sunnah Nabi secara otentik mengajarkan toleransi dalam artinya yang penuh. Ini jelas berbeda dengan gagasan dan praktik toleransi yang ada di barat. Toleransi di barat lahir karena perang-perang agama pada abad ke-17 telah mengoyak-ngoyak rasa kemanusiaan sehingga nyaris harga manusia jatuh ke titik nadir. Latar belakang itu menghasilkan kesepakatan-kesepakatan di bidang Toleransi Antar-agama yang kemudian meluas ke aspek-aspek kesetaraan manusia di depan hukum.

Lalu, apa itu as-samahah (toleransi)? Toleransi menurut Syekh Salim bin Hilali memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu antara lain:

1. Kerelaan hati karena kemuliaan dan kedermawanan
2. Kelapangan dada karena kebersihan dan ketaqwaan
3. Kelemah lembutan karena kemudahan
4. Muka yang ceria karena kegembiraan
5. Rendah diri dihadapan kaum muslimin bukan karena kehinaan
6. Mudah dalam berhubungan sosial (mu'amalah) tanpa penipuan dan kelalaian
7. Menggampangkan dalam berda'wah ke jalan Allah tanpa basa basi
8. Terikat dan tunduk kepada agama Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa ada rasa keberatan.

Selanjutnya, menurut Salin al-Hilali karakteristik itu merupakan [a] Inti Islam, [b] Seutama iman, dan [c] Puncak tertinggi budi pekerti (akhlaq). Dalam konteks ini Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda. Artinya: “Sebaik-baik orang adalah yang memiliki hati yang mahmum dan lisan yang jujur, ditanyakan: Apa hati yang mahmum itu? Jawabnya : 'Adalah hati yang bertaqwa, bersih tidak ada dosa, tidak ada sikap melampui batas dan tidak ada rasa dengki'. Ditanyakan: Siapa lagi (yang lebih baik) setelah itu?. Jawabnya : 'Orang-orang yang membenci dunia dan cinta akhirat'. Ditanyakan : Siapa lagi setelah itu? Jawabnya : 'Seorang mukmin yang berbudi pekerti luhur."

Dasar-dasar al-Sunnah (Hadis Nabi) tersebut dikemukakan untuk menegaskan bahwa toleransi dalam Islam itu sangat komprehensif dan serba-meliputi. Baik lahir maupun batin. Toleransi, karena itu, tak akan tegak jika tidak lahir dari hati, dari dalam. Ini berarti toleransi bukan saja memerlukan kesediaan ruang untuk menerima perbedaan, tetapi juga memerlukan pengorbanan material maupun spiritual, lahir maupun batin. Di sinilah, konsep Islam tentang toleransi (as-samahah) menjadi dasar bagi umat Islam untuk melakukan mu’amalah (hablum minan nas) yang ditopang oleh kaitan spiritual kokoh (hablum minallāh).
Toleransi Dalam Praktik Sejarah Islam


Sejarah Islam adalah sejarah toleransi. Perkembangan Islam ke wilayah-wilayah luar Jazirah Arabia yang begitu cepat menunjukkan bahwa Islam dapat diterima sebagai rahmatal lil’alamin (pengayom semua manusia dan alam semesta). Ekspansi-ekspansi Islam ke Siria, Mesir, Spanyol, Persia, Asia, dan ke seluruh dunia dilakukan melalui jalan damai. Islam tidak memaksakan agama kepada mereka (penduduk taklukan) sampai akhirnya mereka menemukan kebenaran Islam itu sendiri melalui interaksi intensif dan dialog. Kondisi ini berjalan merata hingga Islam mencapai wilayah yang sangat luas ke hampir seluruh dunia dengan amat singkat dan fantastik.

Memang perlu diakui bahwa perluasan wilayah Islam itu sering menimbulkan peperangan. Tapi peperangan itu dilakukan hanya sebagai pembelaan sehingga Islam tak mengalami kekalahan. Peperangan itu bukan karena memaksakan keyakinan kepada mereka tapi karena ekses-ekses politik sebagai konsekuensi logis dari sebuah pendudukan. Pemaksaan keyakinan agama adalah dilarang dalam Islam. Bahkan sekalipun Islam telah berkuasa, banyak agama lokal yang tetap dibolehkan hidup.

Demikianlah, sikap toleransi Islam terhadap agama-agama dan keyakinan-keyakinan lokal dalam sejarah kekuasaan Islam menunjukkan garis kontinum antara prinsip Syari’ah dengan praktiknya di lapangan. Meski praktik toleransi sering mengalami interupsi, namun secara doktrin tak ada dukungan teks Syari’ah. Ini berarti kekerasan yang terjadi atas nama Islam bukanlah otentisitas ajaran Islam itu sendiri. Bahkan bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa pemerintah-pemerintah Muslim membiarkan, bekerjasama, dan memakai orang-orang Kristen, Yahudi, Shabi’un, dan penyembah berhala dalam pemerintahan mereka atau sebagai pegawai dalam pemerintahan.

Lebih lanjut kesaksian seorang Yahudi bernama Max I. Dimon menyatakan bahwa “salah satu akibat dari toleransi Islam adalah bebasnya orang-orang Yahudi berpindah dan mengambil manfaat dengan menempatkan diri mereka di seluruh pelosok Empirium Islam yang amat besar itu. Lainnya ialah bahwa mereka dapat mencari penghidupan dalam cara apapun yang mereka pilih, karena tidak ada profesi yang dilarang bagi mereka, juga tak ada keahlian khusus yang diserahkan kepada mereka”.

Pengakuan Max I. Dimon atas toleransi Islam pada orang-orang Yahudi di Spanyol adalah pengakuan yang sangat tepat. Ia bahkan menyatakan bahwa dalam peradaban Islam, masyarakat Islam membuka pintu masjid, dan kamar tidur mereka, untuk pindah agama, pendidikan, maupun asimilasi. Orang-orang Yahudi, kata Max I. Dimon selanjutnya, tidak pernah mengalami hal yang begitu bagus sebelumnya.

Kutipan ini saya tegaskan karena ini dapat menjadi kesaksian dari seorang non-Muslim tentang toleransi Islam. Dan toleransi ini secara relatif terus dipraktikkan di dalam sejarah Islam di masa-masa sesudahnya oleh orang-orang Muslim di kawasan lain, termasuk di Nusantara. Melalui para pedagang Gujarat dan Arab, para raja di Nusantara Indonesia masuk Islam dan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya Islam di sini.

Selanjutnya, dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, ia dilakukan melalui perdagangan dan interaksi kawin-mawin. Ia tidak dilakukan melalui kolonialisme atau penjajahan sehingga sikap penerimaan masyarakat Nusantara sangat apresiatif dan dengan suka rela memeluk agama Islam. Sementara penduduk lokal lain yang tetap pada keyakinan lamanya juga tidak dimusuhi. Di sini, perlu dicatat bahwa model akulturasi dan enkulturasi budaya juga dilakukan demi toleransi dengan budaya-budaya setempat sehingga tak menimbulkan konflik. Apa yang dicontohkan para walisongo di Jawa, misalnya, merupakan contoh sahih betapa penyebaran Islam dilakukan dengan pola-pola toleransi yang amat mencengangkan bagi keagungan ajaran Islam.

Secara perlahan dan pasti, islamisasi di seluruh Nusantara hampir mendekati sempurna yang dilakukan tanpa konflik sedikitpun. Hingga hari ini kegairahan beragama Islam dengan segala gegap-gempitanya menandai keberhasilan toleransi Islam. Ini membuktikan bahwa jika tak ada toleransi, yakni sikap menghormati perbedaan budaya maka perkembangan Islam di Nusantara tak akan sefantastik sekarang.
Penutup


Toleransi dalam Islam adalah otentik. Artinya tidak asing lagi dan bahkan mengeksistensi sejak Islam itu ada. Karena sifatnya yang organik, maka toleransi di dalam Islam hanyalah persoalan implementasi dan komitmen untuk mempraktikkannya secara konsisten.

Namun, toleransi beragama menurut Islam bukanlah untuk saling melebur dalam keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan di antara kelompok-kelompok agama yang berbeda itu. Toleransi di sini adalah dalam pengertian mu’amalah (interaksi sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh dan tak boleh dilanggar. Inilah esensi toleransi di mana masing-masing pihak untuk mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun hak-haknya.

Syari’ah telah menjamin bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Karena pemaksaan kehendak kepada orang lain untuk mengikuti agama kita adalah sikap a historis, yang tidak ada dasar dan contohnya di dalam sejarah Islam awal. Justru dengan sikap toleran yang amat indah inilah, sejarah peradaban Islam telah menghasilkan kegemilangan sehingga dicatat dalam tinta emas oleh sejarah peradaban dunia hingga hari ini dan insyaallah di masa depan.

Jakarta, 15 Januari 2009
DAFTAR PUSTAKA


Al-Qur’nul Karim
Natsir, Mohamad. Keragaman Hidup Antar Agama (Jakarta: Penerbit Hudaya, 1970), cet. II.
Al-Baihaqi, Syu’ab al-Imam (Beirut: t.t), ed. Abu Hajir Muhamad b. Basyuni Zaghlul, VI, h. 105.
Syeikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, Toleransi Islam Menurut Pandangan Al-Qur'an dan As-Sunnah, terj. Abu Abdillah Mohammad Afifuddin As-Sidawi (Misra: Penerbit Maktabah Salafy Press, t.t.).
Shahih Al-Jami' As-Shaghir wa Ziyadatuhu. No. 3266
Max I. Dimon, Jews, God, and History (New York: New American Library, 1962), h. 194.

Kajian
» Menyoal Otentisitas Alkitab
» Nubuat Nabi Muhammad SAW dalam Alkitab
» Urgensi Mempelajari Kristologi
» Toleransi Antar-Umat Beragama dalam Pandangan Islam
» Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Perpesktif Al-Qur'an dan Al-Sunnah
© 2008 Yayasan Annaba' Center. Hak cipta dipelihara oleh undang-undang.
Jl. Cenderawasih IV/1, RT 02/RW 03 Sawah Baru, Ciputat, Tangerang, Banten, 15413
Telp. 021-74632761, Fax. 021-74632305
Read more...